02/03/15

Cooking is Fun! and Sweet :)

Sejak bekerja di sini, sejak tinggal di bangunan mess ini, aku jadi gemar berjalan-jalan dan memasak. Kegemaranku berjalan-jalan ke tempat baru dan menghafalkan peta sebenarnya sudah ada sejak dahulu, Bedanya kini aku sudah punya uang sendiri untuk membeli tiket perjalanan. Rasanya berjalan-jalan adalah cara ternikmat untuk menghabiskan sisa uangku yang mungkin tak seberapa, setelah dipotong tabungan rutin, ongkos makan dan ongkos-ongkos yang lain.

Jika sedang tidak berjalan-jalan di akhir pekan, aku gemar bereksperimen membuat masakan-masakan baru. Begitu juga ketika aku masuk kerja shift 2 (masuk jam 3 sore), sebisa mungkin aku berusaha untuk membawa bekal makanan sendiri. Rupanya di zaman "kekinian" seperti sekarang, kemampuan dan kegemaran memasak dianggap cukup langka untuk dimiliki oleh seorang wanita berumur 24 tahun. Cukup banyak orang yang terkejut saat mengetahui bahwa aku sering memasak makananku sendiri. Cukup banyak orang yang terheran kala mendapatiku membawa suatu bekal makanan yang mungkin tampak tidak biasa. Dan tentu saja orang-orang heran kala mengetahui bahwa ternyata aku hafal harga terkini komoditas-komoditas pangan seperti beras, kacang hijau, udang, daging ayam, daging sapi dan lain sebagainya :p 

Dahulu saat aku kuliah di Yogyakarta, aku sama sekali tidak pernah memasak di kost. Sebabnya, tidak ada kompor dan peralatan-peralatan memasak di sana. Lagipula, jauh lebih mudah untuk membeli makanan di warung-warung sekitar kost. Paling-paling aku hanya memasak ketika sedang pulang kampung, itupun hanya makanan sederhana seperti sayur bayam, spaggeti saus Bolognese, nasi goreng, ayam goreng, sup dan sayur asam. Namun di sekitar tempat tinggalku di sini, hanya ada sedikit pilihanku untuk "makan di luar", Warung-warungnya begitu-begitu saja, tidak ada warung makan yang benar-benar sesuai seleraku. Maka aku pun bertekad untuk memasak. Dengan kemampuan bahasa Sunda yang minimal saat itu (sekarang juga masih belum jago sih), aku mencoba berbelanja ke warung dan pasar tradisional. 

Sebagai pemasak pemula saat itu, masakanku pun itu-itu saja. Tumis sayuran pertamaku rasanya tidak enak. Ya iyalah, mana ada orang lain yang memasak tumis sayuran berbumbu bawang putih, kecap dan jahe? Seharusnya aku memakai lengkuas. Mendoan pertamaku juga terasa aneh di lidah. Menu andalanku cuma 2: ayam dan udang saus asam manis. Itulah masakanku yang paling pantas dibanggakan. Selain itu aku hanya bisa memasak sayur bayam, sayur asam, sayur sop dan aneka lauk yang digoreng. Sampai akhirnya aku menemukan metode ampuh untuk menyelamatkan rasa masakanku: bertanya pada ibuku! Alhasil, setiap hari aku bertanya pada Ibuku, bumbu apa saja yang diperlukan untuk menghasilkan suatu masakan dengan rasa yang wajar. Perlahan-lahan, aku akhirnya bisa membuat tumis kangkung, tumis kacang panjang dan aneka masakan yang umum disajikan di meja makan keluarga Indonesia (keluarga Jawa pada khususnya). Rasa mendoanku pun mulai membaik, bahkan kini tempe mendoan buatanku sudah mendapat reputasi di kalangan penghuni mess, haha. Khasanah pengetahuanku juga bertambah kala Ibu petugas kebersihan di mess mengajariku untuk membuat tahu bacem, sayur bobor, bakwan dan lotek. Hmmm...

Setelah beberapa saat aku memasak menu-menu "wajar" seperti itu, lama-lama aku merasa bosan juga. Maka aku pun mulai mencari-cari variasi menu untuk dimakan sehari-hari. Tempat pertamaku bertanya tentang resep-resep masakan aneh, tentu saja Chef Google. Cukup masukkan kata kunci seperti "resep spaghetti carbonara", "resep nasi goreng rempah", "resep ikan bakar teflon", dan lain sebagainya, dalam hitungan detik akan muncul resep yang kita inginkan. Berdasarkan pengalaman, resep online yang memiliki jaminan sukses tertinggi justru berasal dari blog-blog pribadi. Dengan masing-masing cerita personal tersendiri di tiap resep yang di-publish. Resep-resep itu pasti sudah berhasil di-trial dengan sukses oleh para penulisnya. Disertai dengan foto-foto (yang umumnya) sederhana, justru resep itu terkesan jujur dan meyakinkan di mataku. Semoga suatu saat aku bisa mengembalikan semua knowledge yang kudapat dari internet itu dalam bentuk posting resep.

Ya, memasak itu menyenangkan. Demikian juga menyusun menu untuk seminggu, berandai-andai mau makan apa seminggu ke depan. Berbelanja di pasar tradisional, meski kadang pasarnya becek dan bau. Makanan yang dulu kukira hanya bisa dimakan di "luar" seperti selat Solo, nasi goreng rempah, aneka macam pasta, penyetan, chicken cordon blue, steam boat, pizza, tahu aci, cireng, pancake, ikan bakar, martabak mini, nasi kuning, jamur crispy dan lain-lain, ternyata dapat dibuat sendiri di rumah. Memasak itu bagaikan me time buatku, saat memasak yang ada di pikiranku hanyalah berusaha untuk mengerjakan sesuatu sebaik mungkin dan tentu saja menebak-nebak, seperti apa rasanya nanti. Kalau hasilnya enak dan bagus, pasti senang sekali. Jika ternyata hasilnya tidak sesuai harapan, tentu saja agak kecewa. Namun tetap saja waktu-waktu memasak itu menenangkan dan mengasyikkan. Just me and myself, with the stove and kitchen utensils, listening to the music in my headset and the fizzle of water forced out of the raw groceries. Suara pisau memotong daun sawi, suara ulekan beradu dengan alasnya, suara bahan yang mendidih, suara sutil menggaruk penggorengan. Aroma bawang yang ditumis, aroma nasi yang baru matang, aroma ikan yang digoreng. Aroma tomat segar, aroma vanili yang terkena panas, aroma daun salam yang direbus. Begitu tenang dan perlahan, memungkinkan kita untuk menikmati setiap proses. It is like i am in my own, quieter word. And I like it.

Kegemaranku memasak ternyata bersambut kala ada teman messku yang mengajakku membeli oven dan mixer. Semenjak itu, kami rajin membuat kue, dengan harapan tinggi bahwa suatu saat nanti kami akan menjadi juragan bakery. Terakhir pulang kampung, aku membawa kue sukade buatanku sendiri. Terakhir kali temanku berulang tahun, aku membuatkannya cake ulang tahun buatanku sendiri. Mungkin teman-temanku dulu juga tidak akan menyangka, ternyata aku yang dulu jarang sekali memasak sekarang begitu antusias turun ke dapur. Aku yang dulu baru hafal aroma kencur setelah melakukan praktikum di laboratorium Analisa Kandungan Tanaman Obat itu, kini mempunyai koleksi bumbu-bumbu yang cukup lengkap, mulai dari jahe, kunyit, lengkuas, temu kunci, bawang merah, bawang bombay, jeruk nipis, daun jeruk, daun salam sampai kembang lawang (star anise), kayu manis, kapulaga, jintan, ketumbar dan tentu saja merica berbentuk butiran-butiran utuh. Belum lagi bahan-bahan membuat kue yang cukup lengkap.

Sekali lagi, masakanku tidak selalu sukses. Namun rasa excited sekaligus ketenangan yang kurasakan saat memasak begitu adiktif, sehingga aku tidak pernah kapok. Saking niatnya, aku membeli juga pancake dan muffin dari kafe dan bakery yang sudah cukup terkenal agar aku tahu, bagaimana sih rasa dan tekstur pancake dan muffin yang "benar" itu? Ternyata pancake harus cokelat merata bagian dasarnya, agar ketika dibalik tampak cokelat mulus nan cantik juga licin berkilap, bukan kuning berbintik-bintik hitam. Pancake juga harus mengembang, bukan bantat. Muffin harus cukup ringan dan berpori teksturnya, bukan padat seperti pound cake. Di dapur, aku dapat bertindak seperti formulator industri-industri farmasi me-too di Indonesia yang berusaha meniru persis produk inovator, haha. Membuat masakan me-too alias KW juga berguna untuk mengobati rasa kangen akan makanan-makanan kesukaanku yang susah kutemukan sekarang, misalnya capjay ndeso pakai kekian palsu (bukan cap cay Cina) ala warteg dekat kost-ku dulu; atau rujak kangkung yang di Jogja disebut sebagai "plecing kangkung", padahal ternyata keduanya merupakan dua jenis makanan yang berbeda. 

Satu lagi hal yang kusadari setelah aku belajar memasak adalah, ternyata benar bahwa setiap orang yang mau belajar memasak, pasti akhirnya akan bisa memasak. Practice makes perfect, walaupun aku belum perfect banget juga haha. 

Oh iya, kenapa umumnya orang menganggap bahwa orang-orang yang hobi belajar masak itu merupakan orang-orang yang sedang bersiap-siap berumah tangga ya? Bukan berarti mereka 100% salah sih, namun sepertinya dibutuhkan lebih dari sekedar kemampuan memasak untuk mengarungi kehidupan berumah tangga, bukan? Meskipun memang aku yang suka makan ini yakin bahwa ketersediaan dan kualitas makanan yang kita masukkan ke tubuh itu merupakan hal yang sangat penting di dalam kehidupan ini :p A great food awakes your sense of taste and your soul as well. Makan enak aja sudah bisa bikin kita lebih happy, kan? Terus kan kasihan kalau anak-anak tidak mendapat asupan makanan yang halal, bergizi, bersih dan enak ("enak"-nya memang sengaja digaris bawah). Sedangkan menurutku memasak untuk suami adalah salah satu cara konkrit untuk menyatakan cinta. Thing I'll do after marriage. Soalnya, I want him to be the first man I am cooking for (selain adikku, ayahku dan mungkin beberapa orang lain yang beruntung kecipratan mencicipi masakanku walaupun tak pernah kubuatkan masakan secara khusus). Ternyata sebegitu pentingnya arti makanan buatku ya? Hehe...dasar aku suka makan.

Memasak untuk seseorang itu benar-benar merupakan tanda cinta
Bukankah menyenangkan, pulang saat petang dan ditawari makanan hangat yang baru saja dimasak?
Bukankah rasanya dicintai, ketika dibuatkan camilan kesukaan di sore hari?
Bukankah menentramkan, kala mengetahui makanan kita malam ini disiapkan secara teliti dan hati-hati oleh seseorang yang kita cintai?

Dan...sampai di akhir tulisan ini, tiba-tiba aku merasa lapar lagi.

4 komentar:

  1. Liaaaaa.... Lia sudah semakin expert saja ya memasaknya.. Good job! :D
    Aku dulu sempat merasakan apa yg Lia rasakan saat di mess. Hehe. Tapi krn kesibukanku (sok sibuk, hee), aku jadi cenderung tdk punya waktu untuk mencoba resep2 baru padahal itu sangat menyenangkan..
    Dan entah, kalimat2 terakhir Lia dlm postingan ini membuatku terharu dan membangkitkan kembali keinginanku untuk kembali ke dapur, mencoba resep baru. Haha
    Meski Mas Adhy sebenarnya sudah jago juga bikin2 masakan, tp tetap akan lebih puas dan bahagia bukan, jika kita bisa menyiapkan masakan untuk suami kita?
    Makasih Lia sudah menginspirasi lagi :)

    BalasHapus
  2. Mbak Nuri :D trims mbak udah mampir dan berkomentar.
    Kangen masak dan makan2 bareng di dapur mbak t,t
    Hmm, kalau mbak Nuri sih kesibukannya berkualitas, bukan sibuk main gak jelas.
    Aku setuju mbak, pasti mas Adhy seneng banget kalau dimasakin sm mbak Nuri..yaiyalahh..masakan istri tercinta gitu :*

    BalasHapus
  3. Oh iya mbak, sekarang aku dan Shendy sudah punya oven dan mixer lho :p (niat bgt)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oalaah,, yg beli mixer sm oven tu Lia sm Shendy to.. hehe
      Wah seru tuh.. kalian udah bikin apa aja?
      Ih beneran lhoo.. masak itu adalah cara paling tepat untuk refreshing dr kesibukan kantor kalian. Daripada pusing, mending masak bisa menghasilkan makanan baru.. hehe

      Hapus